“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”(Al Hujurat:103)
Nasionalisme merupakan hal yang menarik untuk kita bahas dalam kaitan dan pandanganya menurut perspektif islam. Semangat nasionalisme yang pada awalnya dikobarkan di eropa pada abad ke-15 yang menandai kesadaran nation states bangsa eropa, dan selanjutnya sampailah ke dunia islam. islam sebagai agama yang lengkap, universal dan komprenshif tidaklah melupakan hal ini mengatur masalah nasionalisme.
“Cinta tanah air merupakan sebagaian dari iman” ini merupakan hadist terkenal dalam masalah nasionalisme dan cinta tanah air, meskipun mayoritas(Jumhur) ulama’ mengatakan hadist ini lemah. Namun demikian, mencintai tanah air bukanlah sesuatu yang dilarang tercela, walaupun bukan juga keharusan.
Dalam buku Islam dan Nasionalisme, Adyaksa Dault Mengatakan “Tanah air adalah keluarga, tetangga, sahabat, dan semua yang kita cintai. Tanah air adalah bumi tempat kita berpijak dan langit yang kita junjung. Tanah air adalah sekolah, tempat menuntut ilmu, mencari rizki, beraktivitas dan bermasyarakat. Disana gunung menjulang, bukit terhampar, pohon-pohon berbaris, tanah yang subur, rumput yang hijau, sawah yang menguning, sungai mengalir, dan laut yang terbentang. Betapa indahnya. Suatu hal fitrah dan manusiawi jika orang mencintai tanah airnya.”
Imam Hasan Al Banna rahimahullah menguraikan bahwa apabila yang dimaksud dengan nasionalisme adalah kerinduan dan keberpihakan terhadap tanah airnya (Nasionalisme kerinduan), atau keharusan berjuang membebaskan tanah air dari imperialisme (Nasionalisme kehormatan dan kebebasan), atau memperkuat ikatan kekeluargaan antar masyarakatnya(Nasionalisme kemasyarakatan), atau membebaskan negeri-negeri lain(Nasionalisme pembebasan), maka hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang fitrah dan dapat diterima bahkan ada yang dianggap kewajiban. Sebaliknya apabila nasionalisme itu adalah yang dimaksudkan untuk memilah umat untuk menjadi kelompok-kelompok sehingga mereka menjadi berseteru satu sama lain, kemudian umat dieksplotasi untuk memenuhi ambisi pribadi(nasionalisme kepartaian), maka itu adalah nasionalisme palsu yang tidak akan member manfaat sedikitpun. (Dault, 2005:xvii).
Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa,”Kita sepakat dengan mereka tentang nasionalisme dalam semua maknanya yang baik dan dapat mendatangkan manfaat bagi manusia dan tanah airnya (Nasionalisme kerinduan, nasionalisme kehormatan dan kebebasan, nasionalisme kemasyarakatan, nsionalisme pembebasan).
Kita dapat melihat betapa paham nasionalisme (dalam semua makna yang baik tersebut) dengan slogan dan yel-yelnya, tidak lebih dari kenyataan bahwa ia merupakan bagian sangat kecil dari keseluruhan ajaran islam yang agung dan mulia. Al Islamu ya’lu wala yu’la alaih(Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam).
Umat islam dengan jumlah persentase 90%(mayoritas) di negeri ini, ikut menentukan kemajuan atau kemunduran bangsa ini. Berjuang untuk bangsa juga berarti berjuang untuk umat ini. Menurut K.H Rahmat Abdullah ”Masalahnya bukan hanya menegakkan sebagian dari hukum islam, bukan hanya menegakkan sebagian dari system islam namun lebih jauh lagi bagaimana memelihara dan melindungi umat ini dari ketepurukan dan kehancuran lantaran dikuasai system dan orang-orang yang pada bentuk penampilannya nasionalis. Padahal kelompok yang mengaku nasionalis sekarang ini, dengan arogansinya telah menjadi agen-agen asing, komprador-komprador yang menjual aset kekayaan bangsa. Bahkan posisi pertahanan, ekonomi, kebudayaan telah dijual oleh bangsa ini untuk kepentingan asing. Kemudian kita bertanya, itukah seorang nasionalis yang mempunyai kebangsaan? Ataukah mereka hanya memajang nasiolisme dengan symbol-simbol bendera kemudian menjadi agen asing!. Yang perlu dipahami oleh kader umat dalam kondisi ini, kita patut bangga-bangga dalam pengertian positif-bahwa kita berbuat, berkorban, dengan penuh cinta kasih kepada bangsa ini. kita tanam aset modal sebanyak-banyaknya baik SDM, uang, ‘ilmu, menjadi aset bagi bangsa ini. Ini adalah bentuk nasionalisme, kecintaan yang patut dibangun.”
Inilah sedikit gambaran tentang nasionalisme islam yang berbeda dengan nasionalisme sempit yang berangggapan semua orang yang ada diluar tanah tumpah darahnya sama sekali tidak diperdulikan. Mereka hanya mengurus semua kepentingan yang terkait langsung dengan apa yang ada di dalam batas wilayahnya. Secara aplikatif perbedaan akan tampak lebih jelas ketika sebuah bangsa hendak memperkuat dirinya dengan cara merugikan bangsa lain. Bagamainapun Al Islamu ya’lu wala yu’la alaih(Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam). Sesama muslim walau beda Negara, mereka adalah saudara. Dan Islam satu-satunya agama yang mampu memberikan keamanan dan keadilan bagi semua.
Deffri Annanda
Ahwal Al Syakhsiyah ‘09/Syariah, Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Bersabarlah wahai ikhwan, harapa itu masih ada!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar